Sponsor

center>

Sponsor

center>

Sponsor

center>

Monday, January 16, 2017

TENTANG-KU

Wah, liat judulnya saja sudah benar-benar serius yah tapi inilah saya apa adanya, kalau dilihat sepintas selalu serius, kalau nulis di milis kadang membuat orang jengkel
Saya coba menuliskan tentang diri dan sejarah hidup disini deh, tapi mungkin saja tidak akan berurutan karena nulisnya tergantung mood saja…
Eng..ing..enggg…..dimulai (halah, gak penting banget…)
seorang orok merah akhirnya dilahirkan pada tanggal 17 Juni 1977, hari Jumat, pukul 12.30 (cuman kira-kira lho, karena kata ibu waktu itu orang sedang Jumatan), diatas rumah tradisional di daerah LumpuE Pare-Pare, tepatnya di Jalan Pemandian No. 17…kalau orang Bugis atau Makassar biasanya bilang “balla’ lompoa”
sewaktu dilahirkan, dan karena bertepatan dengan orang sekitar pulang dari Jumatan, langsung pada azanin dan iqamat. Kata ibu, lumayan rame waktu itu
nah, yang anehnya, dan sampai saat ini, di akte lahir tertulis lahir di Ujung Pandang….
rupanya, sewaktu di lahirkan, karena kondisi saat itu ditangani secara tradisional, makanya ortu segera membawa orok itu ke Ujung Pandang, dan mendarat dengan sukses di Rumah Sakit Bersalin Sentosa (lupa alamatnya dimana, tapi sekarang masih ada sih..), karena dibawa kesana, makanya surat kenal lahirnya dikeluarkan oleh rumah sakit itu yang menjadi dasar akte kelahiran…jadilah disetiap surat yang berurusan dengan “tempat/tanggal lahir” selalu tertulis “Ujung Pandang/17 Juni 1977”
Masa-masa kecil yang dilalui tidak terlalu banyak saya ingat sih, mungkin karena otak tentang masa itu sudah ketimpa memori-memori lain…
Tapi ada beberapa hal yang masih terlintas dalam memori sewaktu halaman ini ditulis…
Masa Pra Sekolah (ceileee..kayak prasejarah saja )
Apa yang saya ingat pada masa ini ? Mainan….motor…..pagar halaman berwarna merah, pagar rumah berwarna hijau putih dan pagar pintu depan berwarna hijau….
Jadi ingat, mainan yang paling saya suka itu kuda-kudaan yang makai pompa, jadi kalau pompanya ditekan, kudanya jalan…warna pompa dan selangnya kuning dan warna kudanya merah (mungkin ini sebabnya anak kecil suka mainan yang berwarna yah, karena mudah diingat oleh indera mereka)…
Ingat motor biru (nantinya jadi tau namanya adalah Yamaha tahun 75) yang suka saya naikin dengan berkhayal menjalankan motor itu dan menjadi pembalap
Ingat pagar belakang yang berwarna merah..(padahal kata ortu, dulunya dari bambu yang coklat), tapi ini saja yang keingt (rupanya itu warna meni kayu, zat dasar untuk mengecat)…
Ada tambahan nih yang saya ingat…kolam ikan mas di dalam rumah…dibuat ayah diruang tamu, dari semen dengan alas dari plastik…suka banget liat ikannya yang berwarna warni…
Dinding rumah berwarna hijau putih, terbuat dari anyaman bambu (di Makassar disebut gamecca) yang putihnya kalau dipegang suka melengket di tangan dan segera diusap oleh ibu (karena dicat dengan menggunakan kapur) dan sering dilarang untuk dipegang karena takut ketusuk… (samar-samar memang pernah kena nih…cuman benar-benar samar-samar sekali ingatnya…)
Pagar depan berwarna biru muda…dan luasss (yah, seluas pandangan anak kecil sih…sekarang sempiitttt…)
Pada masa ini, ada pengalaman yang cukup berkesan, karena saking berkesannya masih cukup jelas dalam ingatan…
Pada usia 5 tahun, ayah dan ibu mengajak saya jalan-jalan (katanya sih keliling Jawa dan Bali), dan beberapa memori yang masih jelas teringat berkaitan dengan pengalaman ini adalah:
  1. di atas kereta api, berdinding hijau…dalam ingatan masih segar warna hijau mudanya dengan jendelanya dan pohon-pohon yang dilewati oleh kereta itu…
  2. penjual es (yah…bener…penjual es keliling), yaitu seorang anak, menggunakan baju kaos dan celana merah, membawa termos es di tangan kanan dan bel di tangan kiri. waktu itu posisi saya digendong oleh ibu dan menghadap ke belakang. anak itu sempat menoleh ke saya dan berjalan ke sebuah gapura berukir. Rupanya saat itu saya ada di Bali…
Satu kenangan yang bahagia bersama keluarga secara lengkap (sampai sekarang masih terasa sedih…mengapa hal itu tidak berlangsung dalam waktu yang lama….nantilah di blog ini akan saya tuliskan juga…) adalah masa dimana saya berada diatas…ya…diatas meja makan bersama ibu dan ayah…
tapi entah, mengapa itu menjadi sebuah kenangan terakhir untuk berkumpul sebagai sebuah keluarga yang lengkap, karena kisah di bawah ini semuanya tidak menggambarkan ayah lagi..
Masa Taman Kanak-Kanak
Cukup banyak yang saya ingat pada masa ini, dimulai dengan seragam putih dan merah muda dan rutinitas berangkat ke sekolah bersama ibu.
Khusus ibu akan saya tulis tersendiri…
Karena ibu bekerja sebagai PNS pada SKODAM XIV Hasanuddin (sekarang menjadi KODAM VII Wirabuana), dan saya sekolah di TK Periska Postel (sekarang TK Merpati Pos) yang berdekatan dengan Kantor ibu, maka rutinitas berangkat dan pulang sekolah bersama ibu terus dilakukan…selama setahun.
Oh iya…karena saya sudah mengenal huruf dan angka sebelum masuk TK, maka di TK tersebut saya dimasukkan dalam kelas 0 besar
Rutinitas bangun pagi-pagi (benar-benar pagi), yaitu bangun jam 5.15, mandi 15 menit sampai setengah 6, berpakaian 15 menit dan makan 10 menit selalu dilakoni, karena mobil penjemput (memakai truk tentara) selalu siap pukul 6.10 pagi di jalan garuda, yang membutuhkan waktu 3-5 menit berjalan kaki. (mungkin karena terbiasa dengan pola militer ini jadi sekarang saya terbiasa bekerja dengan jadwal yah…).
Masing teringat naik truk harus diangkat oleh ibu dan disambut oleh teman-teman ibu diatas mobil…masih teringat gerakan mobil yang berbelok kiri dan kanan…dan canda dari teman-teman kerja ibu yang sering gemes (hehehe…)
dari kantor, saya diajak jalan ke TK oleh ibu dan ditungguin beberapa menit…setelah itu ibu kembali lagi ke kantor untuk bekerja…
TK tersebut mengasyikkan, minimal dalam pandangan anak kecil…banyak mainan…banyak bola-bola kecil…banyak mainan yang bisa dipanjat (namanya halang rintang klu gak salah), tapi sayang, untuk mainan yang berbau fisik, saya kurang suka memainkan, mungkin itulah sebab atau akibat dari kondisi fisik saya yang lemah…
satu yang membanggakan sewaktu di TK adalah saya terpilih untuk ikut tampil menjadi peserta orkestra Angklung , jadi sebelum Malaysia ribut-ribut soal angklung, pada tahun 1982 (saya berusia 5 tahun tamat dari TK), pada konser penamatan, saya sudah memainkan angklung…Sayang saya sudah lupa lagi lagu yang dibawakan, tapi salah satu yang masih diingat adalah lagu “Ibu Kita Kartini.”
Karena TK pulang jam 11, maka ibu kembali menjemput dan membawa ke kantor untuk menunggu jam pulang (jam 2 siang), nah sewaktu menunggu inilah saya bermain-main di ruangan ibu, mondar-mandir keliling di halaman kantor atau bermain-main dengan kotak korek api yang kosong dan laba-laba (dulu suka memasukkan laba-laba kecil ke dalam kotak korek api…sadis juga yah…), tapi jarang sampai mati, karena keburu penasaran , jadi sering dibuka dan laba-labanya melarikan diri :))
kalau ibu apel pulang, kadang saya tungguin di ruangan, menunggu apel selesai dan pernah (cuman amat samar ingatannya), ikut bareng apel pulang dengan tetap memeluk kaki ibu
yah..masa-masa TK yang bahagia, dan memang tanpa beban…
Masa Sekolah Dasar
Usia belum cukup 6 tahun rupanya sedikit membuat permasalahan untuk bisa melanjutkan ke Sekolah Dasar. Menurut ibu (soalnya sama sekali tidak ada dalam memori), sebelum masuk, saya ditest dulu untuk kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Namun karena mampu menjawab, maka saya diterima di SD. Syukurlah, karena SD tersebut termasuk yang terbaik di Kota Ujung Pandang, yaitu SDN Kompleks Mangkura.
Karena masih amat kecil, dan juga karena letak sekolah yang jauh dari kantor ibu, saya diantar oleh tetangga sebelah rumah. Namanya Burhanuddin, tapi saya sering panggil “kak bulang.” Waktu itu dia masih SMP dan diantar dengan menggunakan sepeda (masih ingat sepeda jaman dulu, biasa disebut sepeda engkel, berwarna hitam, dengan lampu di depannya), baik pergi sekolah ataupun dijemput sepulang sekolah. Saya diantar jemput sampai kelas 2 atau kelas 3 (soalnya sudah lupa..).
Guru kelas 1 saya bernama Ibu Zaniar, perawakannya agak gemuk dan akrab dengan anak-anak. Masih ingat beliau mengajar dengan simpatik dan menenangkan anak-anak yang sering menangis karena ditinggal orang tuanya.
Setelah naik ke kelas 2, SDN Kompleks Mangkura dipisah menjadi 6 sekolah, yaitu SD mangkura 1, 2, 3, 4, 5 dan Inpres. Kebetulan saya kena pemindahan ke SD Mangkura Inpres. Akhirnya, karena orang tua beranggapan bahwa guru-guru yang terbaik itu berada di SD Mangkura 1, maka saya dipindah kembali ke SD Mangkura 1.
Guru kelas 2, bernama ibu Retno, orangnya cukup pendiam dan penyabar, beliau mengajar hingga ke kelas 3. Banyak pengalaman-pengalaman kecil disini, termasuk kegiatan-kegiatan yang “mendebarkan dan menakutkan”….yaitu…mengunjungi “gudang” sekolah
Banyak cerita-ceritas beredar bahwa gudang tersebut berhantu, ada sumur tua di dalamnya, dan lain-lain, dan lain-lain yang tentu saja membuat takut sekaligus penasaran untuk anak SD
Kelas 4, diasuh oleh seorang Bapak guru, sayang nama beliau sudah saya lupa. Mungkin karena anak-anak cenderung lebih dekat ke wanita yah…
Pada masa SD ini sepertinya badai ekonomi mulai menghantam keluarga (akan saya ceritakan di tulisan yang lain). Selama 6 tahun, hampir bisa dihitung dengan jari ibu memberikan uang jajan maupun uang untuk transportasi.
Masih segar dalam ingatan, kotak bekal yang diberi serta kotak air putih yang dibawa setiap hari. Isinya kadang nasi dengan ikan, atau nasi dengan telur mata sapi. Atau kadang roti dengan telur mata sapi Kalau jam istirahat tiba, saya pasti menjauh ke gedung SD Mangkura Inpres (satu-satunya yang bertingkat) dan makan di pojokan, karena takut dimintai oleh teman-teman (soalnya kalau diminta pasti tidak akan cukup). Kadang melihat teman belanja di warung, terasa amat ngiler tapi apa daya tidak ada uang di kantong. kalaupun ada, cuman dengan pesan yang amat kuat, hanya digunakan kalau terpaksa….jadi menikmati makanan hanya kalau diberi teman atau dibayarkan
Kelas 4, mulai merasakan kerasnya hidup, karena biaya antar jemput juga cukup terasa, ibu dalam kondisi mengandung adik saya, akhirnya saya mengajukan diri untuk berjalan kaki saja pulang pergi ke sekolah. Yah, memang tidak terlalu jauh, sekitar 1 sampai 1,5 Km saja dari rumah, tapi untuk ukuran anak SD itu cukup lumayan…
Kalau hujan, dengan menggunakan mantel hujan dan sepatu dimasukkan dalam kantor plastik, tetap berjalan kaki menembus derasnya hujan.
Kelas 5, saya menemui guru yang paling berkesan, yaitu Bu Zaniar, selama 2 tahun sampai kelas 6 beliau terus mengajar saya. 1 pelajaran yang paling berkesan dan yang paling berharga adalah pelajaran matematika yang dibawakan oleh beliau. Saat teman-teman secara sembunyi-sembunyi sudah menggunakan kalkulator (dimana saat itu hanya dimiliki maksimal 3 orang saja, karena harganya selangit menurut kantong anak SD), juga oleh beliau sangat haram digunakan di kelasnya. Beliau selalu berkata “Tuhan menciptakan jari kalian berjumlah 10 itu ada maksudnya, juga Tuhan menciptakan otak kalian itu ada maksudnya, maka gunakanlah jari dan otak kalian untuk menghitung.” 1 istilah yang beliau gunakan untuk istilah “mencongak” adalah “komputer otak” dimana komputer saat itu adalah sebuah benda yang hanya ada di alam mimpi. Otak saya amat terasah pada kelas 5 dan 6 ini, dimana perhitungan-perhitungan harus dilakukan tanpa kalkulator, kertas dan pinsil. Baru boleh menggunakan pinsil dan kertas untuk perhitungan yang cukup rumit.
Doa terus saya panjatkan untuk ibu guru Zaniar dimanapun beliau berada sekarang. Saya tidak akan bisa menjadi seperti ini tanpa Beliau…
Pada masa SD ini rupanya bakat seni saya muncul…gak tau bagaimana, tiba-tiba ditunjuk menjadi anggota paduan suara Akhirnya sukses dengan tampil di TVRI (waktu itu hanya ada 1 stasiun TV lho…jadi bisa tampil di TVRI sudah banggaaaa….)
Selain kisah-kisah diatas, rupanya penyakit lumayan parah menyerang saya juga diwaktu SD ini. Dimulai dengan batuk yang berkelanjutan hingga 3 bulan lamanya sampai dengan flu yang tidak pernah berhenti.
Akhirnya, pada saat di rontgen, dokter memvonis, kena Bronchitis dan dengan konsekwensi, tidak boleh ikut semua pelajaran olahraga, tidak boleh mandi malam, kedinginan dan lain-lain. Akhirnya selama 2 minggu, setiap 2 hari sekali, pada jam istirahat sekolah, saya harus ke RS Pelamonia untuk suntik Penicilin. Masih teringat setiap 2 hari sekali bergiliran pantat kiri dan kanan disuntik…
Penyakit flu, rupanya diakibatkan karena alergi debu, maka sukses juga setiap bulan ke dokter THT untuk dibersihkan. Masih ingat perasaan gak enak saat kapas dimasukkan ke dalam hidung untuk dibersihkan…hiihh..
Akibat dari alergi debu inilah sampai sekarang ini, diusia kepala 3, dalam kantong celana selalu tersedia sapu tangan, yang digunakan untuk menutupi hidung dari debu…
Yah…kisah jaman SD yang penuh lika liku (yang bisa dibukukan setebal 1000 halaman, hehehe) ini diselesaikan dengan EBTANAS, dan lulus dengan NEM 42,81 (lumayan untuk 5 mata pelajaran)
Masa Sekolah Menengah Pertama
Babak baru kehidupan dimulai…mulai dengan kesana-kemari mengajukan pendaftaran SMP sampai ngurus berkas kiri kanan…
Di Ujung Pandang, ada 2 sekolah yang dinyatakan favorit, yaitu SMP Negeri 6 dan SMP Negeri 3. Berhubung standar NEM di SMP 6 lumayan tinggi, yaitu 43,00 maka saya didaftarkan di SMP Negeri 3, Jl. Baji Gau. Kenapa di sekolah ini ? Karena rupanya selain favorit juga ibu dan saudara-saudaranya sebagian besar lulusan dari sekolah ini…
Masa-masa sulit berlanjut disini…sambil mengandung anak ketiga, ibu mulai berjualan es…baik es batu, es lilin maupun es kue….
Masih teringat jelas bagaimana setiap jam 4 sore ibu ke pasar, membeli bahan-bahan es, terdiri dari plastik, tepung hunkwe, gula, perasa dan pewarna. Jam 6 sore mulai memasak air untuk es tersebut (Kami tidak pernah menggunakan air mentah, karena ibu sangat memperhatikan kesehatan) dan memasukkan es ke dalam plastiknya. Disini saya sering membantu untuk mengikat plastik-plastik tersebut dengan karet gelang dan memasukkan ke dalam freezer. Jam 12 malam ibu selalu membalik es tersebut, agar manisnya merata tidak berkumpul di bagian bawah saja. Jam 3 atau 4, es kue yang harus dibalik. Jam setengah 6 memasukkan es es tersebut ke dalam termos es dan bersiap ke kantor.
Saya setelah mandi dan bersiap ke sekolah dengan berpakaian sekolah membawa 2 termos es ke SD Mattoanging (kadan naik angkot dan kadang berjalan kaki) dengan jarak 1,5 Km dari rumah. Pada masa-masa ini, sepeda BMX sedang marak-maraknya, kadang iri melihat anak-anak lain berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda, sedangkan saya jalan kaki dengan menenteng termos es. Setelah menitipkan termos es tersebut kepada sepupu yang menjual es di SD itu, saya melanjutkan berjalan kaki ke sekolah (tambah 1,5 Km lagi).
Kebiasaan membawa bekal masih berlanjut sampai SMP, tapi dari hasil menjual es, kadang ada Rp. 200 – 500 yang bisa dibawa. Itu digunakan untuk membeli Ubi Kayu kalau sedang tidak membawa bekal. Makan mie bakso adalah hal yang luar biasa langka, karena harganya yang lumayan tinggi (Rp. 500) dan biasanya hanya terjadi kalau ditraktir oleh teman.
Sepulang sekolah, biasanya singgah ke taman bacaan (namanya taman bacaan Fakta), karena memang saya hobi membaca, dengan Rp. 50 – 100 bisa membawa pulang 5 jilid kho ping hoo atau buku cerita 5 sekawan atau sherlock holmes. Tapi biasanya saya membaca buku dulu disana menunggu waktu pulang anak-anak SD. Setelah jam 1 atau setengah 2, kembali ke SD mattoanging tadi untuk mengambil termos ES yang kosong, dan melanjutkan berjalan kaki ke rumah.
Di rumah, mencuci termos es dan mengisi yang baru serta menjajakan es keliling…ess….esssss…..siapa mau beli esssssss……
Ngomong-ngomong soal hobi, hobi membaca saya sepertinya tumbuh dengan amat subur di masa SMP ini. Berhubung TV dirumah hanya hitam putih, fisik yang agak sulit untuk bermain secara fisik dengan teman-teman lain (seperti sepak bola, basket, dll) maka pelarian utama adalah membaca dan membaca. Sampai selalu dijuluki “kutu buku.”
Kalau ke rumah sepupu yang sudah SMA, yang pertama dicari adalah koran , majalah atau malah buku pelajaran mereka. sekian ulu yah,,,, terimakasih telah mampir

No comments:

Post a Comment